Sabtu, 24 September 2011

Sejarah Berdirinya Kota Tangerang Selatan




Kota Tangerang Selatan adalah salah satu kota di Provinsi Banten, Indonesia. Kota ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008. Wilayah ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Rencana ini berawal dari

Tebalkeinginan warga di wilayah selatan untuk mensejahterakan masyarakat. Pada tahun 2000, beberapa tokoh dari kecamatan-kecamatan mulai menyebut-nyebut Cipasera sebagai wilayah otonom. Warga merasa kurang diperhatikan Pemerintah Kabupaten Tangerang sehingga banyak fasilitas terabaikan.

Pada 27 Desember 2006, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang menyetujui terbentuknya Kota Tangerang Selatan. Calon kota otonom ini terdiri atas tujuh kecamatan, yakni, Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Pondok Aren, Cisauk, dan Setu. Wilayah ini berpenduduk sekitar 966.037 jiwa.

Pada masa penjajahan Belanda, wilayah ini masuk ke dalam Karesidenan Batavia dan mempertahankan karakteristik tiga etnis, yaitu Suku Sunda, Suku Betawi, dan Suku Tionghoa.

Pada 22 Januari 2007, Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang menetapkan Kecamatan Ciputat sebagai pusat pemerintahan Tangerang Selatan. Dalam rapat yang dipimpin Ketua DPRD Endang Sujana, Ciputat dipilih secara aklamasi.

Jumlah penduduk di wilayah ini lebih dari satu juta jiwa. Pamulang dihuni 236.000 jiwa, sedang Ciputat dihuni 260.187 jiwa. Dari dua kecamatan ini, jumlah penduduk 500.000 jiwa. Jika ditambah dengan penduduk Serpong, Pondok Aren, dan Cisauk akan berjumlah lebih dari satu juta jiwa. Sehingga, memenuhi syarat untuk suatu daerah otonom.

Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Banten mulai membahas berkas usulan pembentukan Kota Tangerang mulai 23 Maret 2007. Pembahasan dilakukan setelah berkas usulan dan persyaratan pembentukan kota diserahkan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ke Dewan pada 22 Maret 2007.

Pada 2007, Pemerintah Kabupaten Tangerang menyiapkan dana Rp 20 miliar untuk proses awal berdirinya Kota Tangerang Selatan. Dana itu dianggarkan untuk biaya operasional kota baru selama satu tahun pertama dan merupakan modal awal dari daerah induk untuk wilayah hasil pemekaran. Selanjutnya, Pemerintah Kabupetan Tangerang akan menyediakan dana bergulir sampai kota hasil pemekaran mandiri. (Sumber: Wikipedia) HIDAYAT

Sejarah Terbentuknya Kota Tangerang Selatan, Dari Kota Cipasera Ke Kota Tangerang Selatan

Pada tahun 1999, Drs. Hidayat, seorang pegawai negeri sipil (PNS), Departemen Luar Negeri, Warga Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang, mengajak lima orang teman dekatnya, Sunaryo Supadi, Ust. Muhari, Ust. Zubaidi Ahmad Saidi, Susetyohadi, dan MB Romsay, semuanya warga Kecamatan Pamulang, berkumpul, minum kopi di sebuah kedai.

Sambil menikmati segelas kopi hangat, para aktivis itu berbincang tentang wilayah Cipasera yang perlu ada penataan dan pengelolaan, karena wilayah tersebut bagaikan wilayah tak bertuan (waktu itu). Kemacetan di pasar ciputat yang tak pernah ada jalan keluar, sampah menggunung sampai ke jalan, penataan dan pengelolaan wilayah lemah, dan jarak dari wilayah Cipasera ke pusat Kabupaten Tangerang di Tiga Raksa yang jauh (lebih kurang 50 km).

Saat itu muncul pemikiran dari Hidayat dan teman-teman, bagaimana mengubah kondisi wilayah Kecamatan Ciputat, Pamulang, Serpong, dan Pondok Aren (Cipasera) menjadi daerah otonomi. Artinya wilayah Cipasera harus berstatus sebagai daerah kota otonom, terpisah dari Kabupaten Tangerang. Hal itu dimungkinkan berdasarkan UU no.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.

Hidayat mulai menulis artikel di harian Radar Tangerang, Media Indonesia dan Kompas, mempropagandakan wacana pemekaran daerah dan agar wilayah Cipasera dibentuk menjadi kota otonom yang terpisah dari Kabupaten Tangerang.

Melalui Lembaga swadaya masyarakat (LSM) SPOT yang dibentuk spontan ketika itu, mereka mulai bergerak. SPOT, artinya titik atau fokus ke satu masalah, yaitu masalah Otonomi Daerah. Hidayat memperluas wacana perjuangan dengan mengundang teman-teman lain: Slamet Priyono (Serpong), Basuki Rahardjo (Serpong), Achmad Yusuf (Pondok Aren), Yahya Padelang (Pondok Aren), dan Zaglul (Pamulang) untuk bergabung dalam sarasehan di rumah Susetyohadi, di Villa Pamulang. Di dalam perbincangan, muncul usulan agar perjuangan membangun Cipasera jangan memakai baju LSM untuk menghindari dari praduga orang lain bahwa lembaga ini didanai oleh pihak tertentu. Dan gerakan pun meluas ke lintas golongan, lintas etnis, lintas agama, lintas partai, dan lintas profesi.

Bukan hanya itu, dalam perbincangan tesebut, juga agar Kecamatan Pagedangan dan Cisauk masuk ke dalam rancangan Kota Cipasera, karena kalau bicara soal Serpong, disitu ada BSD yang wilayah pengembangannya sampai ke Kecamatan Pagedangan dan Cisauk. “Cepat atau lambat, kawasan tersebut akan menyatu menjadi satu kawasan dengan kawasan Cipasera,” kata basuki ketika itu. Untuk memperkuat dan mempersatukan para aktivis yang ingin memperjuangkan pembentukan Kota Cipasera, perlu membentuk sebuah wadah. Dalam pertemuan, yang dihadiri Hadi Suhendar (Serpong), Basuki Rahajo, Slamet Priyono, disepakati mempentuk Komite bernama Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera (KPPDO-KC). Komite ini diketuai Basuki Rahardjo dengan sekretaris Hidayat berdasarkan hasil pemilihan Voting one man one vote.

Tanggal 16 September 2000 KPPDO-KC, mengundang wakil masyarakat dari enam Kecamatan (Kec.Ciputat, Cisauk, Pamulang, Pagedangan, Serpong, dan Pondok Aren), untuk mengukuhkan organisasi KPPDO-KC sebagai gerakan masyarakat yang memperjuangkan otonom kota.

Dalam pertemuan di rumah Zaglul di Jl.Talas no.45, Pondok Cabe, dihadiri tokoh-tokoh masyarakat Ciputat, antara lain, Alm. H Aini Umar (mantan Anggota DPRD kabupaten Tangerang), muncul gagasan agar segera dibentuk koordinator wilayah (korwil) di masing-masing kecamatan selain perlu mensosialisasikan gagasan Kota Cipasera melalui media. Selain itu perlu juga dibuat surat kepada kepala-kepala desa, anggota BPD, dan tokoh-tokoh masyarakat untuk minta dukungan dengan membubuhkan tanda tangan.

Anggota KPPDO-KC disebar ke enam kecamatan, mengumpulkan tanda tangan tokoh masyarakat. Dukungan tanda tangan dari para kepala desa hampir 100%, kecuali kepala-kepala desa di Kecamatan Serpong. Namun, beberapa orang Kepala Desa di Kecamatan Serpong secara lisan menyatakan persetujuan mendukung.

Berbekal dukungan tokoh masyarakat, KPPDO-KC mengirim surat kepada DPRD Kabupaten Tangerang agar mengakomodir aspirasi masyarakat. Surat pertama tidak ditanggapi, KPPDO-KC mengirimkan surat kedua, dibawa oleh ketua, diikuti oleh para pengurus. Rombongan diterima oleh Komisi A, diketuai oleh Narodom Sukarno (kemudian menjadi wakil Bupati Tangerang Periode 2000-2008)

KKPDO-KC menemui Komisi A DPRD Kabupaten Tngerang. Atas usulan Khamrin Ja’far (wakil ketua Komisi A), KPPDO-KC diminta agar menemui fraksi-fraksi. KKPDO-KC beberapa kali mengirim surat kepada ketua DPRD dan Bupati Tangerang (saat itu Agus Djunara), tetapi tidak pernah mendapat jawaban. Ketua KPPDO-KC lantas menemui Ketua DPRD (H Dadang Karta Sasmita) di rumah dinas, Citra Raya. Dadang mengatakan, pemekaran Kabupaten Tangerang belum saatnya. Karena kurang mendapatkan tanggapan dari DPRD Kabupaten Tangerang, KPPDO-KC me-lobby komisi II DPR-RI, melalui Patrialis Akbar (Anggota Komisi II). KPDDP-KC meminta agar DPR-RI bisa mengakomodir aspirasi dengan menggunakan hak inisiatif DPR. Namun, Patrialis Akbar menyarankan, agar proses tetap berjalan sesuai dengan prosedur (melalui persetujuan DPRD Kabupaten dan Bupati), agar tidak ada gejolak di masyarakat. Perjuangan KPPDO-KC untuk memperjuangkan terbentuknya Kota Cipasera menemui kendala dan hambatan.

Tak ada kata menyerah dalam perjuangan. Langkah berikutnya ialah anggota KPPDO-KC meningkatkan intensitas sosialisasi dan penetrasi, antara lain lewat artikel-artikel di koran lokal dan nasional, spanduk,-spanduk di seluruh wilayah Cipasera, menyebar pamflet-pemflet di berbagai tempat, menggelar seminar, dll. Tanggal 31 Maret 2002, KPPDO-KC menggelar Deklarasi Cipasera di Gedung Pusdiklat Departemen Agama, Ciputat. Dihadiri oleh masyarakat dengan jumlah lebih dari 1000 orang. Deklarasi juga mendapat pengawalan pasukan garda FKKP (Forum Komunikasi Pemuda Pagedangan). Acara diliput oleh media cetak dan elektronik baik lokal maupun nasional. Tiga hari kemudian Ketua KPPDO-KC diundang oleh Stasiun televisi swasta, Metro TV, mengisi acara dialog interaktif. KPPDO-KC juga menerbitka buku:”Kajian Awal, Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera”, ditulis oleh Basuki Rahardjo dan Hidayat.

Tahun 2004, jabatan sebagai ketua KPPDO-KC dilepas oleh Basuki berkaitan ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Tangerang. Posisinya digantikan oleh Hidayat, sedangkan sekretaris diganti oleh Sanya Wiryareja.
Ditahun yang sama, Margiono, Komisaris Harian Rakyat Merdeka, berinisiatif mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat beserta KPPDO-KC di gedung Puspitek. Muncul pemikiran bahwa perjuangan organisasi ini akan dibuat wadah baru dan KPPDO-KC diminta melebur ke dalam wadah baru dengan nama Bakor (Badan Koordinasi) Cipasera.

Anggota KPPDO-KC menolak melebur ke dalam Bakor Cipasera walaupun banyak aktivis KPPDO-KC banyak yang ikut Bakor. Sikap ini mendapat simpati dari berbagai Organisasi masyarakat. Antara lain Foksinu (Forum Silaturahmi Wara NU), Banteng Muda Pondok Aren, Banteng Muda Ciputat, Laskar Merah Putih, Pemuda Pancasila, Kamera, dll. Mereka justru ingin bergabung dengan KPPDO-KC sebagai institusi maupun pribadi.

Maka dibentuklah aliansi antara ormas-ormas dengan KPPDO-KC dalam bentuk komisariat bersama (Komber) Cipasera yang diketuai oleh masing-masing organisasi dan dipimpin oleh seorang Sekretaris Jendral, Hidayat (Ketua KPPDO-KC yang baru). Dengan demikian, organisasi yang memeperjuangkan terbentuknya kota Cipasera menjadi tiga: KPPDO-KC (sebagai pelopor), Bakor Cipasera, dan Komber Cipasera. Ketiga organisasi tersebut secara bergiliran membuat surat permohonan dengar pendapat dengan Komisi A DPRD Kabupaten Tangerang. Masing-masing organisasi menyampaikan aspirasi masyarakat soal pembentukan Kota Cipasera.

Komisi A mendapat tantangan dan demo dari Laskar Islam Banten (LIB), AsosiasiKepala Desa se-kabupaten Tangerang, dan Forum Masyarakat Membangun Tangerang Selatan (Format’s). mereka memaksa kepada Komisi A untuk tidak mengakomodir aspirasi pembentukan Kota Cipasera.

Sebagai mantan Ketua KPPDO-KC dan sebagai anggota DPRD Basuki berinisiatif mengumpulkan tanda tangan dari anggota DPRD yang tidak se-fraksi sebanyak 15 orang, dan mengusulkan kepada Ketua DPRD adar panitia Musyawarah mengagendakan pembentukan Panitia Musyawarah Pembentukan Kota Cipasera. Namun, hak usul ini tidak ditanggapi.

Basuki Rahardjo sebagai Sekretaris Komisi A menyusun naskah surat dari Komisi A kepada Ketua Panmus (ketua DPRD) yang berisi dari rekomendasi agar panitia Musyawarah Mengagendakan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) pemekaran daerah. Surat ditandatangani oleh Daka Udin (Wakil Ketua Komisi A). “Pada Rapat Panmus, saya banyak ditentang oleh anggota Panmus lain. Mereka semua tidak setuju atas usulan pembentukan Pansus.” Kata Basuki. Atas usulan Al Mansyur, anggota Panmus, diputuskan untuk mengundang Bupati terlebih dahulu. Padahal mendengar pendapat Bupati suatu hal yang salah kaprah. DPRD adalah sebuah lembaga independen, tidak dapat dipengaruhi oleh pendapat Bupati. Di dalam dengar pendapat, Bupati menyatakan setuju asalkan membentuk dua kota, tapi itu tidak mungkin.

Panmus membentuk Pokja tentang pemekaran daerah (Pokja sebetulnya tidak dikenal di dalam tata tertib DPRD periode th 2004-2009). Perjalanan menjadi semakin panjang dan bertele-tele. Pokja kemudian menghasilkan kejian ilmiah dari Prof. DR. sadu Wasistiono (Universitas Langlangbuana, bandung) tentang pemekaran daerah Kabupaten Tangerang. Dan dalam rapat paripurna, anggota legislativ mengusulkan beberapa nama untuk daerah pemekaran : 1. Kota Cipasera, 2. Kota Ciputat, 3. Kota Serpong, 4. Kota Lengkong, 5. Kota Tangerang Selatan. Dari hasil Voting, terpilih nama Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Sedangkan batas wilayah berdasarkan hasil kajian Prof. DR. Sadu Wasistiono, mencakup Kec. Ciputat, Cisauk, Pamulang, Serpong, dan Pondok Aren. Berarti wilayah Cipasera minus Kec. Pagedangan.

Samapi disini terdapat kontroversi mengenai hasil kajian Prof. DR. sadu Wasistiono. Dalam hasil penelitiannya wilayah Kec. Pagedangan dipandang wilayah pedesaan secara ekonomi lambat tumbuh sehingga dianggap tidak perlu masuk wilayah Tangsel. Padahal wilayah tersebut merupakan wilayah pengembangan BSD tahap kedua.

Atas keputusan itu, anggota DPRD terpecah dua: yang mengikuti rekomendasi Prof. DR. sadu Wasistiono (tanpa Kec. Pagedangan); dan yang mengikuti aspirasi masyarakat (dengan Kec. Pagedangan). Di dalam Voting rapat paripurna, ternyata yang memilih tanpa Pagedangan lebih banyak. Sebagai langkah awal pembentukan Tangsel, Bupati Kabupaten Tangerang memekarkan Kec. Cisauk menjadi Kec. Cisauk dan Kec. Setu, Kec. Ciputat menjadi Kec. Ciputat dan Kec. Ciputat Timur, Kec. Serpong menjadi Kec. Serpong dan kec. Serpong Utara. Untuk Kecamatan Cisauk setelah pemekaran, wilayahnya hanya berada di barat sungai Cisadane. Sedangkan sisanya yang berada di Timur Cisadane adalah wilayah Kec. Setu.

Bupati setuju dengan pemekaran dengan batas wilayah antara Kota Tangsel dengan Kabupaten Tangerang adalah sungai Cisadane. Kemudian Pansus dan presidium diundang untuk mendengar presentasi Prof. DR. Sadu Wasistiono meralat hasil kajian sendiri. Sebelumnya ia menyatakan bawa yang paling layak adalah yang dibatasi oleh sungai Cisadane, tidak termasuk Kec. Cisauk seperti hasil kajian semula.

Akhirnya dalam rapat paripurna ditetapkan pembentuka Kota Tangsel dengan batas wilayah Sungai Cisadane. Surat persetujuan DPRD Provinsi Banten dan bupati kemudian diserahkan kepada Gubernur Provinsi Banten. Gubernur Banten menyerahkan berkas-berkas kepada DPRD Provinsi Banten untuk dibahas. Atas persetujuan DPRD Provinsi, berkas tersebut disampaikan ke komisi II DPR-RI, dibawa oleh wakil Gubernur Banten Bersama Bupati Kabupaten Tangerang dan Pansus Pemekaran Daerah DPRD Kabupaten Tangerang.

Akhirnya tanggal 29 Septemper 2008 keluar UU nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangsel melalui Sidang Paripurna DPR-RI. Resmilah wilayah Kec. Setu, Serpong, Serpong Utara, Pondok Aren, Pamulang, Ciputat, dan Ciputat Timur bergabung dalam sebuah kota yang otonom bernama Kota Tangerang Selatan.

Rabu, 19 Mei 2010

Uniknya Debat Kandidat RT (Rukun Tetangga)


Selama ini Debat Kandidat Calon Pemimpin kita ketahui dari Media elektronik, cetak dan alat peraga (spanduk dan baliho) hanya di dominasi oleh Pilkada Dati I untuk pemilihan Gubernur, Dati II pemilihan Bupati atau Walikota serta pemilihan Presiden.
Namun ada keunikan tersendiri dari wilayah terkecil (Rukun Tetangga atau RT) di Kota Tangerang Selatan, Propinsi Banten, khususnya di RT 02 RW 12, Kelurahan Jombang, Kecamatan Ciputat.
Pemilihan RT hanya dilihat sebelah mata oleh warga, namun ada pervedaan di Wilaya/RT 02 yang Ketuai oleh |H. Gahlan Pido, SH., mengelola 85 KK.
Warganya hidup rukun, bergotong royong, tanggap terhadap masalah sosial yang terjadi dan beragam penghuni (berasal dari Sabang sam.pai Marauke), beragam status sosial (dari Profesor, Advokat, karyawan bank, wartawan, wiraswasta, pedawai negeri dan guru).
Pada pemilihan RT sangat unik karena ada KPU RT (Ketua Ir. H. Eko Suyatno), ada Tatib dan persyaratan umum/khusus, itulah potret Demokrasi yang sebenarnya (warga di biarkan sebabasnya memilih). Tidak ada politik uang dan intimidasi, malah sangat elegan dengan kampenya santun, pemasangan alat peraga (spanduk, brosur dan banner), arak-arakan di lingkungan RT, ada debat Visi Misi calon kandidat RT dengan saling menilai lawan, sehingga terjadi 2 putaran yang dihadiri Lurah Jombang H. Mansyur dengan menghabiskan uang proses pemilihan sevesar Rp. 3.5 juta dari urunan warga, kandidat dan panitia KPU RT.
Putaran I pada tanggal 24 April 2010 tersaring H. Dahlan Pido, SH (mendapat 43 suara), Adnan Firdaus (42 suara) dan H. Juliono (25 suara) sehingga ada puratan ke II pada tanggal 8 Mei 2010 dan terpilih secara mutlak dengan suara terbanyak adalah H. Dahlan Pido (99 suara) dari 212 suara, H. Juliono 54 suara dan Adnan Firdaus 39 suara.
Bahkan dalam tatap muka/kangen sapa dengan Ketua PMI Tangsel Ibu Hj, Airin Rachmi Diany, SH., MH., hal ini telah dilaporkan langsung oleh Ketua RT 02 terpilih (H, Dahlan Pido, SH.)
Jika Demokrasi ala RT 02 / 12, Kelurahan Jombang, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten ini di adopsi oleh wilayah lain akan diperhitungkan, maka RT sebagai wilayah terkecil menjadi barometernya Indonesia kedepan yang lebih baik dalam berdemokrasi, sehingga bisa ada kepercayaan masyarakat pada umumnya.
(Her)

Jumat, 07 Mei 2010

Provinsi Banten Terima Tambahan 2 PNPM Mandiri

Hj. Ratu Atut Chosiyah


TB.Provinsi Banten menerima tambahan dua program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri, sehingga menjadi enam program yang dilaksanakan pada 2010 dari sebelumnya hanya empat program PNPM pada 2009. Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah di Serang, Selasa lalu mengatakan, dua tam-bahan program PNPM pada tahun 2010 untuk Provinsi Banten yakni PNPM Mandiri Pariwisata (Prodarwis) dan PNPM mandiri kelautan dan perikanan. Sedangkan PNPM pada tahun 2009 di provinsi Banten menerima empat program yakni PNPM mandiri perdesaan, PNPM mandiri perkotaan, PNPM mandiri infrastruktur perdesaan dan PNPM mandiri usaha agribisnis pertanian (PUAP).

“Saya berharap dengan adanya tambahan program PNPM pada 2010 ini, bisa lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat Banten,” kata Ratu Atut Chosiyah pada sosialisasi PNPM 2010 di Anyer Serang. Atut berharap, program PNPM mandiri di Provinsi Banten bisa ditingkatkan lagi pada tahun berikutnya tidak hanya enam program, karena secara nasional ada 14 jenis program PNPM yang dilak-sanakan, namun dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing. Atut juga mengatakan, berdasarkan hasil survei dari lembaga independen, dengan dilaksanakannya program PNPM sejak tahun 2007 khu-susnya di Banten, telah menunjukan adanya pening-katan daya beli masyarakat terutama yang menerima program PNPM serta mampu menurunkan tingkat pengang-guran.

Pada PNPM 2009, Lanjutnya, mencakup 106 kecamatan di wilayah Banten yang melibatkan unit pelaksana kegiatan dan badan kerjasama antar daerah, dengan nilai pinjaman bergulir Rp116 miliar dengan penerima manfaat 272 ribu orang dengan rata-rata pinjaman Rp500 ribu serta melibatkan 391 ribu rumah tangga miskin. Atut juga berjanji pada APBD perubahan 2010, pihaknya akan menganggarkan untuk dana operasional se-bagai dana pendampingan PNPM, berupa pemberian ban-tuan operasional masing-masing Rp1 juta untuk setiap unit pelaksana kegiatan (UPK) yang berjumlah 106 UPK.

“Saya mengingatkan pada pengelola PNPM atau UPK di Banten jangan sampai terjadi permasalahan hingga tersandung persoalan hukum,” kata Atut kepada 169 UPK dan badan kerjasama masyarakat (BKM). Sementara itu ditempat terpisah, Kepala Badan Pem-berdayaan Perempuan dan Masyarakat Desa (BPPMD) Provinsi Banten Sigit Switarto mengatakan, pada tahun 2009 lalu Provinsi Banten mempe-roleh anggaran sekitar 320 miliar untuk empat program PNPM yang dilaksanakan di delapan kabupaten/kota di Banten. “Pelaksanan PNPM 2009 di Banten secara umum berjalan dengan baik,” kata Sigit. *hms

Pendidikan Menjadi Hak Publik


Hj. Airin Rachmi Diany. SH.MH

Pendidikan Menjadi Hak Publik tanpa Kecuali Pendidikan kunci kemajuan ekonomi masyarakat. Dengan pendidikan, masyarakat bisa mengembangkan potensi, keahlian dan pengetahuan untuk memajukan taraf hidupnya.
Ketika taraf hidup meningkat, dengan sendirinya ekonomi masyarakat semakin maju. Karena itu, akses terhadap pendidikan harus terus diperluas agar bisa dinikmati semua kalangan masyarakat. “Tingkat pendidikan sangat menentukan taraf hidup seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka pilihan kerja, karier dan profesi akan semakin luas. Pilihan yang dimiliki seorang lulusan perguruan tinggi jauh lebih luas dibandingkan pilihan yang dimiliki
lulusan SD atau SMP,” kata Hj Airin Selain terkait pilihan kerja dan peningkatan taraf hidup, Ucapnya, Pendidikan lanjut Airin, ada-lah upaya memaksimalkan potensi kemanusiaan. Kesempatan me-maksimalkan potensi hak setiap individu. Karena itu, pendidikan adalah jasa atau layanan yang harus dapat diakses publik tanpa kecuali.
Pentingnya peran keluarga dalam pendidikan dimulai dari keluarga, setelah itu baru dilan-jutkan lingkungan dan sekolah. Sudah seharusnya ada kesela-rasan antara peran keluarga, lingkungan dan sekolah.
“Untuk membentuk pribadi sehat dan seimbang secara intelektual, sosial dan spiritual, harus ada keselarasan antara peran keluarga, sekolah dan lingkungan. Orang tua, tokoh masyarakat dan tokoh agama harus ambil bagian dalam memberikan akses dan meningkatkan kualitas pendidikan,” Tutur ibu dua anak ini.
Pemerhati lingkungan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) ini juga respek dengan kondisi bumi saat ini. Inisiasi-inisiasi yang dia cetuskan dalam menata Kota Tangsel Rumah Kita Bersama merupakan wujud nyata kepe-dulian Airin terhadap kondisi bumi saat ini. Inisiasi penanaman sejuta pohon di Kota Tangsel menjadi bukti kepedulian Airin terhadap lingkungan. Airin juga terus menggembar-gemborkan kampanye Go Green (penghijauan), terutama penanganan masalah sampah. Selain melakukan pelatihan-pelatihan daur ulang sampah menjadi barang berharga kepada para pemuda di Tangsel, Airin juga mengimplemen-tasikannya dengan memberikan sejumlah mesin daur ulang sampah kepada masyarakat.
Tak sampai disitu, terkait permasalahan sampah plastik yang bisa merusak keberlangsungan bumi, Airin juga mewujudkan kepeduliannya dengan membagi-bagikan kantong non plastik kepada masyarakat. Seperti diketahui, sampah plastik meru-pakan sampah yang susah terurai. Butuh ratusan bahkan ribuan tahun agar sampah plastik itu bisa mengurai dengan tanah. Kemudian, ide-ide Airin mengenai lingkungan antara lain dengan mengajak masyarakat agar membuat lubang resapan biopori (LRB). Biopori ini merupakan alternatif untuk mendapatkan air dengan kualitas baik.
“Sudah saatnya kita men-jalankan program go green (penghijauan) dengan mengurangi sampah, berhemat dalam meng-gunakan kemasan dan membiasa-kan diri membawa tas daur ulang. Ini merupakan hal ringan yang mudah dan dapat kita lakukan, asal kita memiliki komitmen kuat untuk mengurangi dampak pemanasan global. Ini demi generasi penerus kita tentu bumi harus tetap kita jaga!” katanya. Selain itu dalam dunia usaha nasional, yang terdiri atas koperasi, usaha negara dan usaha swasta, peran UKM akan semakin kukuh dan menjadi kekuatan ekonomi nasional yang tangguh, melalui penciptaan iklim usaha dan pola perdagangan yang sehat.
Namun, upaya itu harus dibarengi upaya menyuburkan semangat dan kreativitas usaha serta mendorong efisiensi, produktivitas dan daya saing UKM. Bila itu berhasil, kata peraih penghargaan Kartini 2010 itu, UKM menjadi solusi bagi pemberdayaan ekonomi kerak-yatan. “Kemitraan antara berbagai unsur ekonomi nasional, terutama pengusaha kuat dengan peng-usaha kecil, harus terus dibina dan dijalin dalam suasana saling membantu serta saling meng-untungkan,” ujar Airin.
Sedangkan dalam upaya memperluas peran aktif masyarakat dalam kegiatan ekonomi kerak-yatan, lanjut Airin, perlu dikem-bangkan kebijaksanaan yang memajukan golongan ekonomi tertinggal melalui perluasan akses modal, keahlian serta kemudahan memasuki pasar. “Pemerintah wajib membantu dalam memberikan kemudahan modal bagi pelaku UKM untuk meningkatkan daya saing produksinya. Perekonomian mas-yarakat tradisional harus bisa mandiri dengan pemberdayaan yang terus menerus,”tandas ibu dari dua orang anak ini
red.

Kamis, 06 Mei 2010

Siapa Pengganti Menkeu?

-TIRAI BANTEN

Setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani mengundurkan diri, kini rumor di kalangan politikus Senayan semakin liar. Pertanyaan pun bermunculan, siapa bakal menyusul? Menyusul mengundurkan diri ataupun menyusul menggantikan jabatan yang ditinggal Sri Mulyani. Rumor yang lebih seru lagi bukan sekadar mencari tahu siapa pengganti Sri Mulyani, namun, Wapres Boediono pun dikabarkan bakal menyusul mundur. Mengapa? Sangat logis alasannya, Sri Mulyani dan Boediono keduanya baru saja dan belum tuntas menjalani proses pemeriksaan kasus bank Century oleh KPK. Benarkah Guru Besar Ekonomi UGM yang belum genap setahun menjabat ini bakal ikut mengundurkan diri? Rumor itu bahkan sudah didengar para politikus di 'Senayan'. Seperti yang didengar Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso. ''Itu masih rumor yang perlu dicek,'' katanya di Jakarta, Rabu (5/5).

Ketua DPP Bidang Politik Partai Golkar ini mengaku baru mendengar rumor tersebut. Seandainya pun rumor itu benar, dia tak mau mencampurinya. Partainya tidak dalam kepentingan apa pun untuk segera mengajukan kandidat pengganti Boediono. Dan bila kabar itu benar, lanjutnya, masalahnya tidak sesederhana seperti pengunduran diri Sri Mulyani karena pindah ke Bank Dunia. Boediono, dikatakannya, harus mengajukan pengunduran dirinya hingga ke Mahkamah Konstitusi. ''Saya berharap itu hanya rumor dan saya tidak percaya rumor itu,'' sergahnya. Golkar, ditegaskannya, tidak dalam posisi menyiapkan nama untuk mengisi posisi apa pun termasuk posisi Menteri Keuangan. ''Pidato SBY mengatakan, Sri Mulyani sudah disetujui (menjabat posisi di Bank Dunia). Bukan berarti Golkar lalu mengusulkan nama,'' tegasnya. Golkar menganggap penunjukan nama pengganti Sri Mulyani merupakan hak prerogatif SBY. Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ditunjuk sebagai Managing Director Bank Dunia mulai 1 Juni 2010. Sri Mulyani kabarnya sudah mengajukan pengunduran diri dari posisinya sebagai Menkeu. Sri Mulyani akan menggantikan Juan Jose Daboub, yang akan habis masa kerjanya per 30 Juni 2010. Sri Mulyani akan berperan untuk memperkuat dukungan dan implementasi reformasi Bank Dunia. "Dia memiliki kemampuan yang unik dan pengalaman di Grup Bank Dunia, dari suatu titik yang menguntungkan dari negara berpendapatan menengah yang masih menghadapi tantangan kemiskinan yang signifikan," ujar Presiden Bank Dunia, Robert Zoellick, Rabu (5/5). Sri Mulyani merasa terhormat menduduki jabatan penting di Bank Dunia tersebut. "Ini adalah sebuah kehormatan bagi saya dan juga negara saya untuk mendapatkan kesempatan berkontribusi pada misi Bank Dunia yang sangat penting untuk mengubah dunia," ujar Sri Mulyani seperti dikutip dari situs Bank Dunia, Rabu (5/5). Sri Mulyani mengkonfirmasi kebenaran penunjukan dirinya sebagai Managing Director Bank Dunia. Saat ini dia masih menunggu surat persetujuan dari Presiden SBY mengenai sikap Presiden terhadap penunjukan tersebut. "Ya berita itu (penunjukan sebagai Direktur Bank Dunia) benar, dan saat ini saya masih akan tentu saja, bergantung pada persetujuan dan izin Bapak Presiden. Saya masih menjalankan pekerjaan dan proses di Kemenkeu agar bisa melakukan tugas-tugas itu pada minggu transisi. Tapi saya masih tunggu pengumuman Presiden," tuturnya saat ditemui di Hotel Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta, Rabu.

( HB)